Kamis, 13 Juni 2013

laporan praktikum identifikasi cacing dan larva pada sayuran bayam


BAB I
PENDAHULUAN




A.    Latar belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita sangat membutuhkan sayuran. Sayuran dibutuhkan sebagai bahan tambahan pangan untuk pendamping makanan. Khusunya orang Indonesia sangat menyukai lalapan dengan sayuran. Lalapan tersebut ada yang dimasak ataupun dimakan mentah.
Salah satu daerah di Indonesia yang mana semua lalapan tersebut dihidangkan secara mentah (tidak dimasak).
Tidak semua sayuran yang kita makan secara mentah itu aman untuk dikonsumsi, karena kemungkinan besar adanya telor cacing yang berukuran mikro tidak tampak oleh mata kita.
Untuk mengetahui sayuran itu aman atau tidak dimakan secara langsung (tidak dimasak) maka praktikan melakukan praktikum pemeriksaan identifikasi sayuran.
Dalam laporan ini praktikan mencoba menjelaskan sedikit tentang pemeriksaan identifikasi sayuran.
 
B.    Tujuan
1.      Mahasiswa dapat mengetahui adanya cacing disayuran
2.      Mahasiswa dapat terampil melakukan praktikum

C.    Manfaat
1.      Mahasiswa bisa mengetahui adanya cacing disayuran
2.      Mahasiswa bisa terampil melakukan praktikum


BAB II
TI NJAUAN PUSTAKA




Sayuran menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jenis daun-daunan, tumbuh-tumbuhan , polong atau biji-bijan yang dapat dimasak. Sayuran ditanam di atas permukaan tanah. Tanah tersebut apakah terkontaminasi ataupun tidak.
Tanah merupakan sumber penularan yang paling utama dan terpenting untuk berbagai parasit. Penyakit-penyakit parasit yang menular dari tanah disebut Soil-borne parasitoses. Sebagian besar stadium infektif parasit itu terdapat di tanah. Telur yang mengandung larva infektif parasit (cacing askarid, seperti Ascaris, Neosacaris, Parascaris, Ascaridia, Heterakis, Toxacaris) semuanya terdapat di tanah. Larva infektif berbagai cacing nematoda berbentuk filariform (cacing Strongyloides sp. atau cacing tambang), bentuk ookista protozoa parasit seperti Entamoeba, Jodamoeba, dan sebagainya. Semua bentuk infektif tersebut ditemukan ditanah. Stadium parasit-parasit itu tahan hidup berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan, asal keadaan tanah serasi bagi kelangsungan hidupnya.
Manusia merupakan hospes dari cacing Trichuris trichiura atau lebih dikenal sebagai cacing cambuk. Penyakit yang disebabkannya disebut trikuriasis. Cacing betina Trichuris trichiura panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm. bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu buah spikulum.
Menurut Gandahusada (1998),
morfologi telur Trichuris trichiura adalah telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes (manusia) bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung ialah bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa, cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
Penderita terutama anak-anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata, seperti diare, yang sering diselingi denagn sindrom disentri, anemia, dan berat badan turun.
Semakin banyak telur yang ditemukan di sumber kontaminasi (tanah, debu, sayuran, dan lainnya), semakin tinggi derajat endemi di suatu daerah. Jumlah telur yang dapat berkembang, menjadi semakin banyak pada masyarakat dengan infeksi yang semakin berat, karena terdeteksi di sembarang tempat, khususnya di tanah, yang merupakan suatu kebiasaan sehari-hari. (Gandahusada, 1998).
Yang terpenting untuk penyebaran penyakit ini adalah kontaminasi tanah dengan tinja. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 300C. di berbagai Negara, pemakaian tinja sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. Frekuensi di Indonesia termasuk tinggi. Di beberapa daerah pedesaan di Indonesia, frekuensinya berkisar antara 30-90%.
Bagi daerah yang sangat endemik infeksi dapat dicegah dengan pengobatan penderita trikuriasis, pembuatan jamban yang baik dan pendidikan tentang sanitasi dan kebersihan perorangan, terutama anak. Mencuci tangan sebelum makan, mencuci dengan baik sayuran yang dimakan mentah adalah penting apalagi di negara-negara yang memakai tinja sebagai pupuk. (Gandahusada, 1998).



BAB III
PELAKSANAAN KEGIATAN




A.    Waktu dan Tempat pelaksanaan
1.      Hari/Tanggal : Jum’at, 24 Mei 2013
2.      Waktu            : Pukul 09.00-selesai
3.      Tempat           : Laboratorium mikrobiologi

B.     Jenis kegiatan
Identifikasi telur dan larva cacing

C.    Alat dan bahan
1.      Alat
a)      Breaker Glass 1000 ml
b)      Gelas Kerucut dengan Perangkatnya (imhoff)
c)      Pipet
d)     Kain Kasa / Sujan
e)      Sentrifug dan Tabung
f)       Mikroskop
g)      Gelas Benda
h)      Gelas Penutup
i)        Kertas Tissue
j)        Kawat Ose
k)      Tabung Reaksi
2.      Bahan
a)      Sampel sayuran bayam
b)      Larutan Garam Faal (NaCl 0,9%)
c)      Eosin 2%
d)     Larutan Lugol 5%
e)      Larutan ZnSO4 33%
f)       Larutan Yodium
g)      NaCl jenuh
h)      Mg SO4
i)        NaOH

D.    Cara kerja
1.      Memotong sampel sayuran bayam
2.      Menimbang NaOH 0,2% atau seberat 2 gram.
3.      Membuat larutan NaOH 0,2% pada 1 liter air kran
4.      Merendam sayuran di dalam larutan NaOH 0,2% sambil diaduk sampai warna daun sayuran berubah menjadi lebih agak putih. Atau ± 30 menit. (lampiran gambar 1.1)
5.      Memasukkan sayuran yang diaduk menggunakan larutan NaOH 0,2%  ke dalam Gelas Kerucut dengan Perangkatnya (imhoff), diamkan selama satu jam, sampai terjadi pengendapan. (lampiran gambar 1.2)
6.      Mengambil endapan 10-15 ml dan memasukkan ke dalam (lampiran gambar 1.3)  Sentrifug dan putar selama 5 menit dengan kecepatan 1500rpm.
7.      Membuang cairan yang berada di atas tabung.
8.      Menyiapkan Larutan Garam Faal (NaCl 0,9%), Eosin 2%, Larutan Lugol 5%, dan kaca benda
9.      Mengambil endapan menggunakan jarum ose, dan menempelkannya pada kaca benda yang telah ditetesi satu tetes NaCl 0,9%, Eosin 2%, Larutan Lugol 5%, mencampur agar homogen.
10.  Menutup kaca benda menggunakan kaca Penutup.
11.  Memeriksa di mikroskop dengan pembesaran 10x10 ataupun 10x40.



BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN




A.    Hasil
Pada praktikum yang kami lakukan tidak ditemukaan adanya telur cacing ataupun cacing. Artinya identifikasi sayuran bayam hasilnya negatif.

B.     Pembahasan
Dalam pemeriksaan sayuran ditujukan agar mahasiswa dapat mengetahui apakah sayuran mengandung cacing ataupun tidak. Dalam praktik yang penulis lakukan, penulis tidak menemukan adanya cacing ataupun telurnya pada sayuran bayam. Kemungkinan sayuran tersebut bebas dari cacing. Atau penulis yang kurang teliti dalam melakukan pemeriksaan. Untuk itu ketelitian dalam meliat objek di mikroskop harus teliti.



BAB V
PENUTUP




A.    Kesimpulan
1.      Sayuran merupakan jenis makanan yang paling banyak dikonsumsi manusia dan paling mudah terkontaminasi oleh parasit, khususnya parasit yang berasal dari tanah karena sayuran memiliki kontak langsung dengan tanah.
2.      Dari hasil praktikum pemeriksaan parasit pada sayuran, dapat diketahui bahwa pada sayuran bayam yang diperiksa tidak terdapat parasit.

B.     Saran
1.      Untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kontaminasi bakteri pada sayuran, makanya hendaknya mencuci sayuran terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Dan kalau bisa dimasak jangan dimakan langsung.
2.      Lebih teliti dalam melaksanakan pengamatan di atas mikroskop.



DAFTAR PUSTAKA




Gandahusada, S.H. Ilahude, W. Pribadi. 1998. Parasitologi Kedokteran. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta.
Onggowaluyo, Jangkung Sumidjo. 2001. Parasitologi Medik I (Helmintologi). EGC, Jakarta.
Rubatzky, Vincent E., dan Mas Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia : Prinsip, Produksi, dan Gizi Jilid 2. ITB Press, Bandung.
Slamet, S.J. 2002. Kesehatan Lingkungan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Widyastuti, Retno dkk. 2002. Parasitologi. Universitas Terbuka, Jakarta.



Senin, 03 Juni 2013

pesan pembuka

assalamu'alaikum wr wb..
hidup memang tidak mudah diketahui arahnya, kadang apa yang kita inginkan tercapai secara langsung, tetapi ada juga kita harus berusaha sungguh-sungguh untuk menggapainya.
memang kita harus memilih alur hidup itu..apa yang kita inginkan, apa yang kita cita-citakan, tanamkan dalam hati. sesuai dengan moto hidup saya hidup adalah pilihan..
pilihan yang mana yang baik mana yang pantas mana yang sesuai bagi kita.. tidak lupa semangat serta doa paling utama.